Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JK kritik Kartu Prakerja Jokowi, BPN : Itu Rasional dan Program Prakerja Hanya Taktik Meraih Elektoral

JK kritik Kartu Prakerja Jokowi, BPN : Itu Rasional dan Program Prakerja Hanya Taktik Meraih Elektoral


JK kritik Kartu Prakerja Jokowi, BPN : Itu Rasional dan Program Prakerja Hanya Taktik Meraih Elektoral


Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengkritik program kartu prakerja Presiden Jokowi. Menurut Jusuf Kalla, pengangguran yang digaji lewat kartu prakerja hanya cocok dilaksanakan di negara maju yang jumlah penduduknya sedikit.

Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan (BPN) Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak menanggapi positif respon JK. Menurut Dahnil, JK orang yang rasional.

"Pak JK ini rasional. Tipe orang yang rasional. Semua kebijakan beliau pasti punya pijakan yang kuat. Yang namanya memberikan bantuan prakerja hanya cocok untuk negara maju welfare state seperti Skandinavia karena kapasitas fiskalnya besar tapi penduduk kecil sehingga tidak terjadi disinsentif," kata Dahnil di Media center Prabowo-Sandi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (6/3).

Dahnil menjelaskan, jika pengangguran diberikan gaji maka akan terjadi disinsentif kepada para pekerja. Hal ini pun tidak cocok dilakukan di Indonesia.

"Artinya ini berpihak kepada pengangguran, tapi ini tidak berpihak kepada mereka yang bekerja, ini jadi masalah, apa yang hilang dari situ? Keadilan," ucapnya.

Justru Dahnil heran, saat ini Jokowi tidak memperhatikan nasib guru honorer dan masalah BPJS. Tetapi di luar itu Jokowi malah ingin mengurus pengangguran. Menurut Dahnil, program prakerja hanya taktik meraih elektoral.

"Bagi saya ini tricky mohon maaf, ini melakukan tricky elektoral dengan melakukan akrobat elektoral. Janji-janji seperti ini malah akan membodohi, coba ya berani enggak nyebut nominalnya," ujar Dahnil.

Dahnil mengkalkulasikan bila satu pengangguran diberikan 1 juta rupiah. Jika ada 7 juta pengangguran maka negara harus menggelontorkan dana sebesar Rp 7 triliun.

"Mana rasionalisasinya? itu yang dimaksud Pak JK tadi," ucapnya.

Eks Ketum PP Pemuda Muhammadiyah tersebut menilai, dalam Islam, kebijakan kartu prakerja Jokowi ibarat mengerjakan hal sekunder tapi mengabaikan hal primer. Artinya Jokowi ibarat melewatkan salat Subuh yang wajib tapi melalukan salat duha yang sunah.

"Jadi memberikan kartu prakerja itu seperti orang yang ngajak salat duha tapi enggak pernah salat Subuh. Hal yang Fardhu Ain tidak pernah dikerjakan ngajak melakukan yang sunah. Jadi itu tricky sekali," tuturnya.

Dahnil menghormati niat baik kartu prakerja Jokowi, namun niat baik itu mesti didasari dengan pemahaman yang baik dan pengetahuan yang cukup. Dia tak ingin Jokowi mengorbankan hal lain. Misalnya, kata dia, dalam ekonomi disebut opportunity cost atau biaya tak terduga.

"Opportunity cost ini kalau kebijakan itu diambil pasti ada cost lain yang ditinggalkan. Pengangguran dibiayai disincentive-nya para pekerja, belum lagi jangan lupa lho 58 persen pekerja kita itu pekerja sektor informal," terang Dahnil.

BACA JUGA : Resep Jitu Prabowo-Sandi Atasi Pengangguran di Indonesia



Lebih jauh, Dahnil menyarankan Aparatur Sipil Negara (ASN) mengkritik program pemerintah yang tak sesuai dan merugikan rakyat.

"Jadi etika itu harus digunakan, kalau pakai nalar KPU tadi boleh dong kalau misalnya ada ketidakbeneran, ASN boleh dong saya sosialisasikan ketidakbeneran ini. Makanya nalarnya dibenerkan, sekarang ini ada cacat nalar di pemikiran kita," tutup Dahnil Anzar Simanjuntak.

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan kebijakan memberikan tunjangan untuk pengangguran cocok diberikan untuk negara maju dengan jumlah penduduk sedikit; sementara untuk diterapkan di Indonesia, kebijakan itu perlu dikaji lagi.

"Ada banyak negara seperti itu, di Amerika, Kanada, Australia, ada tunjangan buat yang menganggur. Tapi itu biasanya terjadi kalau negara itu maju, penduduknya tidak banyak," kata JK kepada wartawan di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Selasa (5/3).

JK mengatakan untuk memberikan tunjangan kepada pengangguran memerlukan dana tidak sedikit, sehingga Pemerintah harus menghitung lagi anggaran yang dimiliki supaya tidak membebani APBN.

"Kalau negara seperti Indonesia, (dengan) anggaran tidak terlalu besar dan penduduk banyak, tentu harus dihitung. Itu butuh anggaran yang besar, dan kalau sudah ada anggarannya baru kita bisa bicara. Kalau belum ada anggarannya, tentu belum bisa dilaksanakan," jelasnya.

Terkait janji Presiden Joko Widodo untuk memberikan Kartu Pra-kerja bagi pemuda lulusan baru yang belum mendapat pekerjaan, JK mengatakan hal itu bisa dilakukan di tahun anggaran berikutnya, selama APBN memiliki pos anggaran lebih untuk itu.

"Kalau ada anggarannya, silakan. Ya nanti kalau ada pembahasan anggaran tahun 2020 baru kita tahu; yang jelas tahun ini belum bisa, anggaran 2019 tidak ada," tambahnya.

sumber : merdeka.com